enjoy reek yaaaa....

Senin, 20 Juni 2016

Komunikasi Santun : Cermin Integrasi Keilmuan & Keislaman


oleh: Dr. Ali Nurdin

Komunikasi antar manusia telah megalami  dinamika perkembangan yang begitu pesat, tidak hanya bersentuhan dengan dan antar manusia, tetapi  juga bersentuhan dengan makhluk lain dan alam sekitarnya. Komunikasi  berproses  dengan kedalaman yang melibatkan  semua elemen terkait dengan konteks komunikasi, mulai perilaku komunikator,  pesan dan bahasa, serta media yang digunakan.
Sejak lahir manusia diajari berbicara, berperilaku, dan bermedia. Tiga elemen dasar yang diajarkan kepada manusia sejak lahir ini merupakan dasar dan menjadi pedoman manusia ketika melakukan komunikasi. Orang tua dan lingkungan memiliki peran yang penting dalam proses mendidik  dan melatih untuk berbicara yang baik, berperilaku yang baik, dan menggunakan media yang baik. Tidak  ada orang tua yang mendidik dan melatih anaknya dengan hal-hal yang kurang baik. Proses komunikasi anak dengan orang tua dan lingkungannya menjadi pedoman ketika melakukan komunikasi dengan yang lain.
Problema komunikasi  yang  saat ini banyak dirasakan adalah minimnya kemampuan berkomunikasi yang santun. Komunikasi santun adalah komunikasi yang memiliki elemen dasar yaitu perilaku yang santun, bahasa dan pesan yang santun, serta penggunaan media yang santun. Ketiga elemen dasar ini telah diajarkan kepada manusia sejak ia dilahirkan. Jika  didikan orang tua dan lingkungan sekitar mampu menjadikan pribadi manusia yang memiliki perilaku yang santun, penggunaan bahasa dan pesan yang santun, dan penggunaan media yang santun, maka tidak akan terjadi konflik yang berkepanjangan antar manusia  karena semua  dinamika kehidupan dilalui dengan komunikasi yang santun. Komunikasi  yang santun telah menjadi akar dan menjadi panduan dalam kehidupan antar manusia.
Komunikasi santun dalam perspektif Islam mengacu pada pola komunikasi yang dilakukan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin ummat manusia di muka bumi ini. Istilah komunikasinya di kenal sebagai komunikasi profetik yang digunakan untuk kategori-kategori etis (Syahputra, 2007 :129).Nilai-nilai etis inilah yang dikontsruksi kembali menjadi sebuah sandaran bagi kesadaran pelaku komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang telah ada dan melekat pada para nabi dijadikan sebagai prototype pola komunikasi santun.
Komunikasi santun dilakukan berdasarkan apa yang tertera dalam Al-qur’an dan hadis. Nash-nash yang terkandung didalamnya merupakan tuntunan bagi manusia tentang apa yang harus dilakukan dan dihindari dalam hidup bermasyarakat.  Al-qur’an dan hadis mengatur kapan seorang muslim harus bicara dan kapan seorang muslim harus diam (Gunara, 2009 :3).
Kata kunci untuk melacak komunikasi dalam al – qur’an adalah melalui kata al bayan dan qawl (Rakhmat, 1993 : 77). Al-bayan  dapat ditemukan dalam surat Ar Rahman ayat 4. Menurut Al-Hasan, yang dimaksud dengan al-bayan  adalah berbicara (Ad-Dimasyqi, 2008 ; 208). Said Quthub  menafsirkan ayat ini sebagai berikut : “Allah menyebutkan penciptaan manusia dan pemberian kepadanya sifat kemanusiaan yang agung ; al bayan. Allah menciptakan manusia, mengajarnya penuturan ; Kita melihat manusia bertutur, membuat ibarat, menjelaskan, saling memahami dan saling menjawab sesamanya, lantas kita melupakan kebesaran pemberian ini, keagungan keluar-biasaan ini, sehingga al-Qur’an menyadarkan kita dari kelupaan itu dan membangunkan kita agar memperhatikan bagaimana  manusia diajarkan penuturan. Sesungguhnya dia bermula dari satu benih yang memulai kehidupannya dalam rahim, benih sederhana yang kecil, lemah dan hina, yang hanya dapat dilihat dengan alat pembesar, dan hampir-hampir tidak nyata. Tetapi benih ini tidak lama kemudian menjadi janin, janin yang tersusun dari berjuta-juta benih membesar, berdaging, bertulang, berurat, berdarah, berlendir dan berkulit. Kemudian membentuk anggota,  indera dengan tugas-tugasnya yang dasyat, pendengaran, penglihatan, perasaan, penciuman, penyentuhan.... akhirnya keluar-biasaan yang agung dan rahasia yang besar, yaitu pendapat dan penuturan, bayan, dan idrak, syu’ur, dan ilham. Semua itu berasal dari satu benih sederhana yang kecil, lemah, dan hina”(Nurdin, 2011 : 57).
Penjelasan Said Quthub di atas merupakan penjabaran dari konsep al bayan yang ada dalam al-qur’an. Konsep al bayan merupakan konsep komunikasi profetik yang diturunkan dari al – qur’an. Manusia diajari untuk bertutur kata yang baik dengan lawan bicaranya. Sementara itu istilah qawl  terdapat dalam beberapa ayat yang dapat dijadikan sebagai  prinsip-prinsip  komunikasi  dalam al-Qur’an yaitu ;  qawlan sadidan  yaitu pembicaraan yang benar, jujur, lurus, tidak bohong, tidak berbelit-belit (QS : An Nissa’ ; 9, Al Ahzab ; 70), qawlan balighan yaitu komunikasi yang jelas maknanya, terang, dan tepat mengungkapan apa yang dikehendaki (komunikasi efektif) (QS : An Nissa’ ; 63), qawlan maysuran yaitu perkataan yang pantas, yang tidak menimbulkan ketersinggungan pada orang lain (QS : Al Isra’ ; 28), qawlan layyinan yaitu kata-kata yang lemah lembut (QS : Thaahaa ; 44), qawlan kariman  yaitu perkataan yang mulia, yang tidak membuat orang marah (QS : Al Isra’ ; 23), dan qawlan ma’rufan  yaitu kata-kata yang baik (QS : An Nissa’ ; 5).

Catatan : Tulisan lengkap Komunikasi Santun ada dalam buku “Komunikasi Budaya, Pariwisata dan Religi”. Email: ali.nurdin@uinsby.ac.id

artikel ini dikutip dari: http://www.uinsby.ac.id/kolom/id/160/komunikasi-santun-cermin-integrasi-keilmuan-keislaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar