oleh: Dr. Ali Nurdin
Komunikasi antar manusia telah
megalami dinamika perkembangan yang begitu pesat, tidak hanya
bersentuhan dengan dan antar manusia, tetapi juga bersentuhan dengan
makhluk lain dan alam sekitarnya. Komunikasi berproses dengan
kedalaman yang melibatkan semua elemen terkait dengan konteks
komunikasi, mulai perilaku komunikator, pesan dan bahasa, serta media
yang digunakan.
Sejak lahir manusia diajari berbicara,
berperilaku, dan bermedia. Tiga elemen dasar yang diajarkan kepada
manusia sejak lahir ini merupakan dasar dan menjadi pedoman manusia
ketika melakukan komunikasi. Orang tua dan lingkungan memiliki peran
yang penting dalam proses mendidik dan melatih untuk berbicara yang
baik, berperilaku yang baik, dan menggunakan media yang baik. Tidak ada
orang tua yang mendidik dan melatih anaknya dengan hal-hal yang kurang
baik. Proses komunikasi anak dengan orang tua dan lingkungannya menjadi
pedoman ketika melakukan komunikasi dengan yang lain.
Problema komunikasi yang saat ini
banyak dirasakan adalah minimnya kemampuan berkomunikasi yang santun.
Komunikasi santun adalah komunikasi yang memiliki elemen dasar yaitu
perilaku yang santun, bahasa dan pesan yang santun, serta penggunaan
media yang santun. Ketiga elemen dasar ini telah diajarkan kepada
manusia sejak ia dilahirkan. Jika didikan orang tua dan lingkungan
sekitar mampu menjadikan pribadi manusia yang memiliki perilaku yang
santun, penggunaan bahasa dan pesan yang santun, dan penggunaan media
yang santun, maka tidak akan terjadi konflik yang berkepanjangan antar
manusia karena semua dinamika kehidupan dilalui dengan komunikasi yang
santun. Komunikasi yang santun telah menjadi akar dan menjadi panduan
dalam kehidupan antar manusia.
Komunikasi santun dalam perspektif Islam
mengacu pada pola komunikasi yang dilakukan Nabi Muhammad SAW sebagai
pemimpin ummat manusia di muka bumi ini. Istilah komunikasinya di kenal
sebagai komunikasi profetik yang digunakan untuk kategori-kategori etis
(Syahputra, 2007 :129).Nilai-nilai etis inilah yang dikontsruksi kembali
menjadi sebuah sandaran bagi kesadaran pelaku komunikasi dalam
kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang telah ada dan melekat pada para
nabi dijadikan sebagai prototype pola komunikasi santun.
Komunikasi santun dilakukan berdasarkan
apa yang tertera dalam Al-qur’an dan hadis. Nash-nash yang terkandung
didalamnya merupakan tuntunan bagi manusia tentang apa yang harus
dilakukan dan dihindari dalam hidup bermasyarakat. Al-qur’an dan hadis
mengatur kapan seorang muslim harus bicara dan kapan seorang muslim
harus diam (Gunara, 2009 :3).
Kata kunci untuk melacak komunikasi dalam al – qur’an adalah melalui kata al bayan dan qawl (Rakhmat, 1993 : 77). Al-bayan dapat ditemukan dalam surat Ar Rahman ayat 4. Menurut Al-Hasan, yang dimaksud dengan al-bayan
adalah berbicara (Ad-Dimasyqi, 2008 ; 208). Said Quthub menafsirkan
ayat ini sebagai berikut : “Allah menyebutkan penciptaan manusia dan
pemberian kepadanya sifat kemanusiaan yang agung ; al bayan.
Allah menciptakan manusia, mengajarnya penuturan ; Kita melihat manusia
bertutur, membuat ibarat, menjelaskan, saling memahami dan saling
menjawab sesamanya, lantas kita melupakan kebesaran pemberian ini,
keagungan keluar-biasaan ini, sehingga al-Qur’an menyadarkan kita dari
kelupaan itu dan membangunkan kita agar memperhatikan bagaimana manusia
diajarkan penuturan. Sesungguhnya dia bermula dari satu benih yang
memulai kehidupannya dalam rahim, benih sederhana yang kecil, lemah dan
hina, yang hanya dapat dilihat dengan alat pembesar, dan hampir-hampir
tidak nyata. Tetapi benih ini tidak lama kemudian menjadi janin, janin
yang tersusun dari berjuta-juta benih membesar, berdaging, bertulang,
berurat, berdarah, berlendir dan berkulit. Kemudian membentuk anggota,
indera dengan tugas-tugasnya yang dasyat, pendengaran, penglihatan,
perasaan, penciuman, penyentuhan.... akhirnya keluar-biasaan yang agung
dan rahasia yang besar, yaitu pendapat dan penuturan, bayan, dan idrak, syu’ur, dan ilham. Semua itu berasal dari satu benih sederhana yang kecil, lemah, dan hina”(Nurdin, 2011 : 57).
Penjelasan Said Quthub di atas merupakan penjabaran dari konsep al bayan yang ada dalam al-qur’an. Konsep al bayan merupakan
konsep komunikasi profetik yang diturunkan dari al – qur’an. Manusia
diajari untuk bertutur kata yang baik dengan lawan bicaranya. Sementara
itu istilah qawl terdapat dalam beberapa ayat yang dapat dijadikan sebagai prinsip-prinsip komunikasi dalam al-Qur’an yaitu ; qawlan sadidan yaitu pembicaraan yang benar, jujur, lurus, tidak bohong, tidak berbelit-belit (QS : An Nissa’ ; 9, Al Ahzab ; 70), qawlan balighan
yaitu komunikasi yang jelas maknanya, terang, dan tepat mengungkapan
apa yang dikehendaki (komunikasi efektif) (QS : An Nissa’ ; 63), qawlan maysuran yaitu perkataan yang pantas, yang tidak menimbulkan ketersinggungan pada orang lain (QS : Al Isra’ ; 28), qawlan layyinan yaitu kata-kata yang lemah lembut (QS : Thaahaa ; 44), qawlan kariman yaitu perkataan yang mulia, yang tidak membuat orang marah (QS : Al Isra’ ; 23), dan qawlan ma’rufan yaitu kata-kata yang baik (QS : An Nissa’ ; 5).
Catatan : Tulisan lengkap Komunikasi
Santun ada dalam buku “Komunikasi Budaya, Pariwisata dan Religi”.
Email: ali.nurdin@uinsby.ac.id
artikel ini dikutip dari: http://www.uinsby.ac.id/kolom/id/160/komunikasi-santun-cermin-integrasi-keilmuan-keislaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar