enjoy reek yaaaa....

Kamis, 23 Juni 2016

MENGAPA PERLU MORALITAS LUHUR DI KAMPUS?

 Wasid Mansyur
Akademik Pusat Ma’had Al-Jami’ah UINSA Surabaya
 
Drs. Rijalul Faqih, Msi, selaku kabag akademik UIN Sunan Ampel dalam sambutannya ketika pelaksanaan apel pagi pada hari kamis, mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa beberapa wali mahasiswa meng-kuliahkan anaknya di UIN Sunan Ampel adalah agar kelak anaknya memiliki moralitas luhur setelah lulus.
Pernyataan salah satu wali mahasiswa itu disampaikan dalam forum pertemuan wali mahasiswa di Audutorium UIN-SA baru-baru ini. Secara prinsip pernyataan ini penting, apalagi diketahui bahwa yang memiliki harapan itu adalah wali mahasiswa yang bekerja sebagai paramedis di salah-satu rumah sakit terkenal di Surabaya. Sekalipun dia larut selama 20 tahun-an dalam dunia kedokteran, tapi hasratnya pada pendidikan moral cukup besar berharap kepada civitas UIN Sunan Ampel sebab moralitas ini –menurut keyakinnya-- kelak yang akan mengantarkan anaknya selamat, bukan hanya dunia dan akhirat (salamatan fi al-dunya wa al-akhirat).
Pernyataan wali mahasiswa ini, mengingatkan pada pendiri Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri, yakni K.H.A. Djazuli Ustman yang dikenal dengan sang Blawong. Dalam buku K.H. A. Djazuli Ustman; Sang Blawong Pewaris Keluhuran (2011) disebutkan Bahwa Mas’ud, sebutan kecil K.H. A. Djazuli Ustman, adalah dikenal memiliki kecerdasan di luar rata-rata bahkan bahasa Belanda dikuasainya dengan baik, termasuk matematika, ilmu ukur dan lain-lain, setelah lulus dari Hollandsch-Inlandsche School (HIS) setingkat SLTA (hal,15).
Tak anyal, ayahnya Pak Ustman yang dikenal sebagai naib –kelas bangsawan ketika itu-- berkeinginan besar mengantarkan Mas’ud menjadi dokter, tidak seperti dirinya sebagai naib. Atas keinginan keras ini, Mas’ud melanjutkan studi di Stovia (UI, sekarang) dalam jurusan kedokteran. Namun, dalam waktu yang singkat, pak Ustman akhirnya harus rela memanggil pulang Mas’ud dan harus dipondokkan, setelah mendapat anjuran Kiai Ma’ruf Kedunglo, salah satu santri Kiai Kholil Bangkalan. Anjuran Kiai Ma’ruf, yang dikenal memiliki ketajaman mata hati (baca: bashirah), direspon oleh Pak Ustman dengan ikhlas tanpa sedikit penyesalan.
Setelah perjalanan waktu, sulit dikira akhirnya prediksi batin Kiai Ma’ruf cukup tepat, Mas’ud yang akhirnya dikenal dengan K.H. A. Djazuli Ustman adalah pendiri dan pengasuh Al-Falah Mojo Kediri, yang saat ini pondok ini terus mengalami perkembangan pesat dan menjadi jujukan santri-santri dari berbagai daerah, dengan jumlah ribuan alumni yang menyebar ke seantaro Indonesia.
Dua cerita ini, secara substansi memiliki kesalamaan, sekalipun dalam cerita yang berbeda. Di satu sisi, anak naib yang kelak akan diproyeksikan menjadi dokter ternyata harus dipondokkan. Di sisi yang berbeda anak paramedis yang menginginkan kelak anaknya memiliki moralitas luhur dalam kehidupannya, sekalipun tidak harus menjadi dokter. Substansi yang dimaksud adalah, sama-sama memahami bahwa moralitas luhur adalah segala-galanya di atas kemampuan intelektual.
Konteks Kampus
Bertolok dari dua cerita ini, sebagai insan kampus keharusan civitas UIN-SA berfikir serius pada pengawalan moralitas luhur mahasiswa UIN-SA adalah kebutuhan yang sulit ditawar-tawar, di samping serius meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menguasai disiplin keilmuannya sesuai dengan jurusannya masing-masing. Semangat ini sebenarnya telah tersirat dari slogan “Building Character Qualities; for the Smart, Pious, Honorable Nation”, yang terpampang di berbagai media kampus.
Alasan mengapa moralitas luhur itu penting sebab generasi saat ini adalah calon pemimpin di era kedepan. Kondisi kebangsaan kita yang masih mudah goyang, baik dilihat dari sisi ekonomi maupun politik ke depan membutuhkan individu-individu yang tangguh dalam berbagai bidang, setidaknya muncul dari para alumni UIN-SA.
Ketangguhan itu dibarengi dengan moralitas luhur sebagai karakter diri, yakni moralitas yang mampu tidak hanya berpikir untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain sebagai sarana pengabdian kepada sang Khaliq, Allah Swt. pasalnya, moralitas luhur sejatinya adalah manifestasi dari upaya membumikan nilai-nilai ketuhanan (tajalli wa ardiyatu-l-rububiyyah).
Ketika semangat integrasi keilmuan diteriakkan oleh kampus ini --semenjak menjadi UIN-SA-- semakin nyaring, maka menjadikan moralitas luhur masuk dalam materi-materi kemahasiswaan, khususnya mahasiswa yang jurusan umum, menjadi niscaya. Sekalipun belajar teori-teori politik, misalnya dari teori Barat sekalipun, perlu disusupi pikiran bagaimana perlunya membangun politik kemaslahatan dan kebangsaan. Tidak seperti sekarang ini, kita masih menyaksikan politik masih terjebak pada semangat prosedural, dari pada substansi.
Bekal moralitas luhur ini kelak yang akan membentengi mahasiswa, ketika kelak lulus dari UIN-SA baik aktif sebagai akademiki, politisi, dokter, psikolog dan seterusnya. Munculnya, politisi atau dokter yang bermoral luhur, misalnya kelak akan mengangkat citra kampus ini benar-benar menjadi persemaian bagi terciptanya kader bangsa yang memiiliki integritas dan keperibadian.
Inilah secuil pikiran tentang pentingnya moralitas luhur dalam kampus. Sebagai manusia yang beragama kita diajarkan untuk percaya pada sesuatu yang non-materi (baca: ghaib), tidak seperti kepercayaan materialistik-positivistik. Semangat ini harus kita pupuk bersama baik dosen, karyawan hingga mahasiswa, yang riilnya secara akademik bahwa basis keilmuan secara aksiologis tidak melulu berpikir materi, tapi harus juga berpikir non-materi kaitannya karakter tentang kejujuran, keikhlasan dan pengabdian, yang merupakan wujud dari komitmen aman-tu bi-l-lahi wa rasulihi wa yawmi-al-akhiri…. Semoga.
sumber: http://www.uinsby.ac.id/kolom/id/11/mengapa-perlu-moralitas-luhur-di-kampus-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar